Naufal Rizki
1 min readApr 3, 2022

SAHURRRRR SEJAK DINI

Kebanyakan mikir. Mau jadi ini, mau jadi itu. Oke, kira-kira apa? Mau cari duit dan berkarir di bidang profesional apa pun, aku sadar betul nggak punya kompetensi apa-apa. Pasti dilibas habis sama mereka yang udah siapin segala-galanya sejak awal, waktu aku masih semangat-semangatnya nyorat-nyoret tembok kutek, miloks jembatan aborsi, bikin bomb pamflet di tiap gedung kampus sampe kegep PLK jam dua pagi bareng Anzal Aswar.

Yaudah deh, jadi akademisi kayaknya seru, walaupun nggak punya kompetensi juga, sih. Eits, seru? Iya, kalau seru artinya nggak sejahtera. Banyak sih yang sejahtera, yang melarat lebih banyak juga. Apalagi sekarang mau jadi akademisi mesti dikangkangi Baginda Ratu Maggie Thatcher Wati dulu. Ogah! Belum lagi ngeliat cuitan-cuitan dosen-dosenku di twitter yang ngeluh mulu soal tetek bengek administrasi dan birokrasi; yang katanya energi dosen lebih banyak dihabiskan ngisi borang dibanding wasweswos di kelas.

Hadeuh. Kebanyakan mikir. Sotoy pula. Skripsi belum kelar.

Bener kata Robi: “Kita bukan manusia modern, Ki,” nyontek serampangan ucapan antropolokhhhh Bruno Latour.

Yaudah deh, selow. Santai. Kerjain yang bisa dikerjain. Pikirin yang bisa dipikirin. Terus tiba-tiba diajak ngobrol emak, “Tahun ini adekmu lulus, ibu sama bapak udah pengen di rumah, bantuin yah!”

Balik lagi pada episode kebanyakan mikir!