Menunaikan Ibadah Alvvays

Naufal Rizki
3 min readNov 29, 2023

--

Selepas 3 hari wara-wiri di Joyland sendirian, kebahagiaan membuncah waktu layar di belakang panggung menampilkan bendera putih dengan tulisan hitam: "Alvvays"

Lalu, Molly Rankin dan kawan-kawan muncul. Tanpa fafifu. Mereka membuka set dengan Pharmacist.

Saya yang diam canggung dan malu-malu selama tiga hari sendirian di festival tidak lagi tahan buat begerak kesana-kemari malam itu. Kendati tak ada kawan buat nyanyi atau joget, saya tidak peduli. Di hadapan saya ada Alvvays!

Bagaimana tidak, setelah melewatkan panggung Jakarta mereka 5 tahun lalu, saya akhirnya bisa menonton mereka kali ini.

Setelah dengar lagu pertama, saya merasa beruntung sekali. Kualitas suara live mereka amat apik, jika bukan sempurna.

Padahal, saya sudah punya prasangka jelek. Khawatir sound yang kata orang-orang ’kureng’ di We The Fest 2019 terjadi lagi. Tapi ini berbeda, mereka seperti memainkan seluruh set dari rekaman, bahkan lebih bagus dari rekaman. Visual panggungnya juga bukan main.

Keseluruhan setlist-nya ajaib. Isinya tentu saja didominasi oleh nomor dari album teranyar Blue Rev. Saya tidak berhenti nyanyi sepanjang 20 lagu. Saking menyenangkannya, saya benar-benar terlarut di beberapa lagu kesukaan. Semisal After the Earthquake, Belinda Says, Many Mirrors, Tom Verlaine dari Blue Rev; dan Adult Diversion, In Undertow, Not My Baby dan Hey dari dua album terdahulu. Di lagu-lagu itu, saya tidak sempat merekam sama sekali karena terlampau senang, bernyanyi dan bergerak tidak karuan.

Buat saya momen puncaknya adalah ketika Fourth Figure dibawakan. Ini terdengar berlebihan, tapi saya sedikit menangis waktu Molly melantunkan liriknya: "Now that the hall is clearing out.." sambil ikut nyanyi lalu buru-buru mengeluarkan ponsel untuk abadikan track itu. Sebagaimana mereka lakukan tiap manggung sebelumnya, Fourth Figure dijadikan pijakan untuk transisi ke track andalan: Archie. Serentak penonton bersorak. Meledak. Kegirangan dimana-mana. Ajaib. Saya menyebutnya: momen alkitabiah!

Menjelang encore, Molly bertanya ke penonton: mau request lagu apa? Lalu mereka memilih memainkan Next of Kin. Dengar intro gitarnya saja sudah bikin merinding dan haru.

Lagu-lagu dari Anti Socialites dan self-titled adalah lagu-lagu yang menghuni daftar putar saya waktu masa kuliah. Jadi teman waktu saya jalan dari asrama lalu naik bis ke kampus. Dan terutama saya dengarkan kalau lagi malas ketemu orang, dan mau tinggal di kamar sehari dua harian. Jadi mendengarkan lagu-lagu itu hidup dan nyata di hadapan saya itu pengalaman yang terlampau ajaib.

Tentu saja saya mengharapkan ada lebih dari sekadar Next of Kin. Saya mengharapkan ada Your Type, Plimsolls Punk, Party Police, Atop Cake atau bahkan Forget About Life. Tapi saya tahu itu mustahil. Yang jelas: rasanya saya tidak ingin set berakhir. Rasanya perasaan yang meluap-luap itu tidak mestinya berhenti.

Tapi, sayang, Lottery Noises jadi penutup penampilan mereka malam itu. Saya menolak untuk menerimanya. Beberapa penonton berteriak “we want more!” tapi Molly, Alec, Kerri, Abbey dan Sheridan langsung cabut. Sedang di panggung sebelah Interpol sudah siap-siap.

Saya masih menolak untuk menerima bahwa Alvvays sudah selesai malam itu. Alih-alih geser buat nonton Interpol, saya malah maju ke barikade. Tidak tahu mau apa. Saya tidak berharap diberikan setlist, atau apapun. Saya hanya diam di situ. Lalu duduk. Masih menolak bahwa panggung Alvvays sudah selesai. Akhirnya saya benar-benar melewatkan Interpol. Saya cuma duduk sendirian di barikade panggung bekas Alvvays sampai acara selesai. Saya berpikir bahwa Keanu Reeves akan melakukan hal yang sama.

--

--