Everybody Knows

Naufal Rizki
2 min readNov 8, 2021

--

Give me Leonard Cohen afterworld, so I can sigh eternally

Baru saja sadar mengapa Kurt menulis kalimat itu dalam Penny Royal Tea. “Listen to Leonard Cohen would actually make it worse,” katanya. Akurat.

Hari ini sekumpulan orang kaya saling lempar masalah di Glasgow. Tak lebih penting dari ribut-ribut suporter Celtic dan Rangers. Bagian terburuknya: masalah yang mereka lempar adalah Frankenstein yang mereka jahit secara bersama dan sukarela. Bagian lebih buruknya lagi Frankenstein itu bukan hanya akan melahap para penciptanya, tapi seisi dunia. Yang terburuk: kita percaya ada harapan.

Di tangan-tangan penuh darah itu, sama sekali tidak ada harapan. Sayangnya, tangan yang sama memegang tuas kendali, rem hingga pintu darurat. Tangan-tangan lain cukup fungsional untuk memegang papan protes warna-warni, atau bikin twitwar.

Kata Andreas Malm, tangan-tangan itu sebenarnya tidak membawa kita kemana-mana. Mengetahui dunia akan kiamat, sebaiknya tangan-tangan itu mulai diisi TNT atau sekurang-kurangnya molotov. Meskipun mustahil juga, sih. Toh, dunia tetap bakal kiamat. Kalau kita ingat Mersault, kita mestinya paham urusan cepat atau lambat bukan soal.

Sebentar lagi kita mesti merasakan sensasi dystopia dan dunia pasca-kiamat yang biasanya cukup kita bayangkan dalam Mad Max. Tentu saja bagi orang yang cukup sial untuk bertahan, atau malah cukup beruntung, sebab mereka tak usah menunggu akhirat buat bertemu neraka.

Kita semua tahu persis ihwal harapan. Tidak ada. Jika ada, sekecil penis Napoleon. Kembali kepada Leonard Cohen. Liriknya berikut ini patut jadi perhatian: Everybody knows that the dice are loaded. Everybody rolls with their fingers crossed. Everybody knows the war is over. Everybody knows the good guys lost. Everybody knows the fight was fixed. The poor stay poor, the rich get rich. That’s how it goes. Everybody knows that the boat is leaking. Everybody knows that the captain lied. Everybody got this broken feeling. Like their father or their dog just died.

Bicara soal anjing. Mari sebentar mengingat sebuah cerita sedih dari klub sepakbola asal London Tottenham Hotspurs. Saat melatih Spurs, Jose Mourinho pernah kedapatan frustasi berhari-hari. Ternyata penyebabnya bukan karena pemain Spurs tidak becus. Jose baru saja kehilangan anjingnya yang sudah melanglang buana menaklukan Eropa selama 12 tahun. Sambil pasrah dan nirharap, Jose minta maaf seraya bilang: “i’m deeply fucked up.”

Yap. Now, we’re all deeply fucked up.

--

--